Jumat, 02 Mei 2008

3. Landasan Sosial-Budaya

Landasan sosial-budaya merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman kepada konselor tentang dimensi kesosialan dan dimensi kebudayaan sebagai faktor yang mempengaruhi terhadap perilaku individu. Seorang individu pada dasarnya merupakan produk lingkungan sosial-budaya dimana ia hidup. Sejak lahirnya, ia sudah dididik dan dibelajarkan untuk mengembangkan pola-pola perilaku sejalan dengan tuntutan sosial-budaya yang ada di sekitarnya. Kegagalan dalam memenuhi tuntutan sosial-budaya dapat mengakibatkan tersi

Teori Belajar Konstruktivisme

Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompok dalam teori pembelajaran konstruktivis (constructivist theories of learning)Teori konstruktivis ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ideTeori ini berkembang dari kerja Piaget, Vygotsky, teori-teori pemrosesan informasi, dan teori psikologi kognitif yang lain, seperti teori Bruner (Slavin dalam Nur, 2002: 8).


Menurut teori konstruktivis ini, satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberi kesempatan siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberi siswa anak tangga yang membawa siswa ke pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri yang harus memanjat anak tangga tersebut ( Nur, 2002 :8).

ngkir dari lingkungannya. Lingkungan sosial-budaya yang melatarbelakangi dan melingkupi individu berbeda-beda sehingga menyebabkan perbedaan pula dalam proses pembentukan perilaku dan kepribadian individu yang bersangkutan. Apabila perbedaan dalam sosial-budaya ini tidak “dijembatani”, maka tidak mustahil akan timbul konflik internal maupun eksternal, yang pada akhirnya dapat menghambat terhadap proses perkembangan pribadi dan perilaku individu yang besangkutan dalam kehidupan pribadi maupun sosialnya.

Dalam proses konseling akan terjadi komunikasi interpersonal antara konselor dengan klien, yang mungkin antara konselor dan klien memiliki latar sosial dan budaya yang berbeda. Pederson dalam Prayitno (2003) mengemukakan lima macam sumber hambatan yang mungkin timbul dalam komunikasi sosial dan penyesuain diri antar budaya, yaitu : (a) perbedaan bahasa; (b) komunikasi non-verbal; (c) stereotipe; (d) kecenderungan menilai; dan (e) kecemasan. Kurangnya penguasaan bahasa yang digunakan oleh pihak-pihak yang berkomunikasi dapat menimbulkan kesalahpahaman. Bahasa non-verbal pun sering kali memiliki makna yang berbeda-beda, dan bahkan mungkin bertolak belakang. Stereotipe cenderung menyamaratakan sifat-sifat individu atau golongan tertentu berdasarkan prasangka subyektif (social prejudice) yang biasanya tidak tepat. Penilaian terhadap orang lain disamping dapat menghasilkan penilaian positif tetapi tidak sedikit pula menimbulkan reaksi-reaksi negatif. Kecemasan muncul ketika seorang individu memasuki lingkungan budaya lain yang unsur-unsurnya dirasakan asing. Kecemasan yanmg berlebihan dalam kaitannya dengan suasana antar budaya dapat menuju ke culture shock, yang menyebabkan dia tidak tahu sama sekali apa, dimana dan kapan harus berbuat sesuatu. Agar komuniskasi sosial antara konselor dengan klien dapat terjalin harmonis, maka kelima hambatan komunikasi tersebut perlu diantisipasi.

Terkait dengan layanan bimbingan dan konseling di Indonesia, Moh. Surya (2006) mengetengahkan tentang tren bimbingan dan konseling multikultural, bahwa bimbingan dan konseling dengan pendekatan multikultural sangat tepat untuk lingkungan berbudaya plural seperti Indonesia. Bimbingan dan konseling dilaksanakan dengan landasan semangat bhinneka tunggal ika, yaitu kesamaan di atas keragaman. Layanan bimbingan dan konseling hendaknya lebih berpangkal pada nilai-nilai budaya bangsa yang secara nyata mampu mewujudkan kehidupan yang harmoni dalam kondisi pluralistik.

4. Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)

Layanan bimbingan dan konseling merupakan kegiatan profesional yang memiliki dasar-dasar keilmuan, baik yang menyangkut teori maupun prakteknya. Pengetahuan tentang bimbingan dan konseling disusun secara logis dan sistematis dengan menggunakan berbagai metode, seperti: pengamatan, wawancara, analisis dokumen, prosedur tes, inventory atau analisis laboratoris yang dituangkan dalam bentuk laporan penelitian, buku teks dan tulisan-tulisan ilmiah lainnya.

Sejak awal dicetuskannya gerakan bimbingan, layanan bimbingan dan konseling telah menekankan pentingnya logika, pemikiran, pertimbangan dan pengolahan lingkungan secara ilmiah (McDaniel dalam Prayitno, 2003).

Bimbingan dan konseling merupakan ilmu yang bersifat “multireferensial”. Beberapa disiplin ilmu lain telah memberikan sumbangan bagi perkembangan teori dan praktek bimbingan dan konseling, seperti : psikologi, ilmu pendidikan, statistik, evaluasi, biologi, filsafat, sosiologi, antroplogi, ilmu ekonomi, manajemen, ilmu hukum dan agama. Beberapa konsep dari disiplin ilmu tersebut telah diadopsi untuk kepentingan pengembangan bimbingan dan konseling, baik dalam pengembangan teori maupun prakteknya. Pengembangan teori dan pendekatan bimbingan dan konseling selain dihasilkan melalui pemikiran kritis para ahli, juga dihasilkan melalui berbagai bentuk penelitian.

Sejalan dengan perkembangan teknologi, khususnya teknologi informasi berbasis komputer, sejak tahun 1980-an peranan komputer telah banyak dikembangkan dalam bimbingan dan konseling. Menurut Gausel (Prayitno, 2003) bidang yang telah banyak memanfaatkan jasa komputer ialah bimbingan karier dan bimbingan dan konseling pendidikan. Moh. Surya (2006) mengemukakan bahwa sejalan dengan perkembangan teknologi komputer interaksi antara konselor dengan individu yang dilayaninya (klien) tidak hanya dilakukan melalui hubungan tatap muka tetapi dapat juga dilakukan melalui hubungan secara virtual (maya) melalui internet, dalam bentuk “cyber counseling”. Dikemukakan pula, bahwa perkembangan dalam bidang teknologi komunikasi menuntut kesiapan dan adaptasi konselor dalam penguasaan teknologi dalam melaksanakan bimbingan dan konseling.

Dengan adanya landasan ilmiah dan teknologi ini, maka peran konselor didalamnya mencakup pula sebagai ilmuwan sebagaimana dikemukakan oleh McDaniel (Prayitno, 2003) bahwa konselor adalah seorang ilmuwan. Sebagai ilmuwan, konselor harus mampu mengembangkan pengetahuan dan teori tentang bimbingan dan konseling, baik berdasarkan hasil pemikiran kritisnya maupun melalui berbagai bentuk kegiatan penelitian.

Berkenaan dengan layanan bimbingan dan konseling dalam konteks Indonesia, Prayitno (2003) memperluas landasan bimbingan dan konseling dengan menambahkan landasan paedagogis, landasan religius dan landasan yuridis-formal.

Landasan paedagogis dalam layanan bimbingan dan konseling ditinjau dari tiga segi, yaitu: (a) pendidikan sebagai upaya pengembangan individu dan bimbingan merupakan salah satu bentuk kegiatan pendidikan; (b) pendidikan sebagai inti proses bimbingan dan konseling; dan (c) pendidikan lebih lanjut sebagai inti tujuan layanan bimbingan dan konseling.

Landasan religius dalam layanan bimbingan dan konseling ditekankan pada tiga hal pokok, yaitu : (a) manusia sebagai makhluk Tuhan; (b) sikap yang mendorong perkembangan dari perikehidupan manusia berjalan ke arah dan sesuai dengan kaidah-kaidah agama; dan (c) upaya yang memungkinkan berkembang dan dimanfaatkannya secara optimal suasana dan perangkat budaya (termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi) serta kemasyarakatan yang sesuai dengan dan meneguhkan kehidupan beragama untuk membantu perkembangan dan pemecahan masalah. Ditegaskan pula oleh Moh. Surya (2006) bahwa salah satu tren bimbingan dan konseling saat ini adalah bimbingan dan konseling spiritual. Berangkat dari kehidupan modern dengan kehebatan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kemajuan ekonomi yang dialami bangsa-bangsa Barat yang ternyata telah menimbulkan berbagai suasana kehidupan yang tidak memberikan kebahagiaan batiniah dan berkembangnya rasa kehampaan. Dewasa ini sedang berkembang kecenderungan untuk menata kehidupan yang berlandaskan nilai-nilai spiritual. Kondisi ini telah mendorong kecenderungan berkembangnya bimbingan dan konseling yang berlandaskan spiritual atau religi.

Landasan yuridis-formal berkenaan dengan berbagai peraturan dan perundangan yang berlaku di Indonesia tentang penyelenggaraan bimbingan dan konseling, yang bersumber dari Undang-Undang Dasar, Undang – Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri serta berbagai aturan dan pedoman lainnya yang mengatur tentang penyelenggaraan bimbingan dan konseling di Indonesia.

A. Teori Behaviorisme

Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu.
Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan behaviorisme ini, diantaranya :

1. Connectionism ( S-R Bond) menurut Thorndike.

Dari eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:

  1. Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, maka hubungan Stimulus - Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara Stimulus- Respons.
  2. Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pemdayagunaan satuan pengantar (conduction unit), di

    B. Teori Belajar Kognitif menurut Piaget

    Piaget merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor aliran konstruktivisme. Salah satu sumbangan pemikirannya yang banyak digunakan sebagai rujukan untuk memahami perkembangan kognitif individu yaitu teori tentang tahapan perkembangan individu. Menurut Piaget bahwa perkembangan kognitif individu meliputi empat tahap yaitu : (1) sensory motor; (2) pre operational; (3) concrete operational dan (4) formal operational. Pemikiran lain dari Piaget tentang proses rekonstruksi pengetahuan individu yaitu asimilasi dan akomodasi. James Atherton (2005) menyebutkan bahwa asisimilasi adalah “the process by which a person takes material into their mind from the environment, which may mean changing the evidence of their senses to make it fit” dan akomodasi adalah “the difference made to one’s mind or concepts by the process of assimilation”

    Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.
    Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :

  3. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
  4. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
  5. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
  6. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya

D. Teori Belajar Gestalt

Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan arti sebagai “bentuk atau konfigurasi”. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau peristiwa tertentu akan dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang terorganisasikan. Menurut Koffka dan Kohler, ada tujuh prinsip organisasi yang terpenting yaitu :

  1. Hubungan bentuk dan latar (figure and gound relationship); yaitu menganggap bahwa setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure (bentuk) dan latar belakang. Penampilan suatu obyek seperti ukuran, potongan, warna dan sebagainya membedakan figure dari latar belakang. Bila figure dan latar bersifat samar-samar, maka akan terjadi kekaburan penafsiran antara latar dan figure.
  2. Kedekatan (proxmity); bahwa unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu maupun ruang) dalam bidang pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk tertentu.
  3. Kesamaan (similarity); bahwa sesuatu yang memiliki kesamaan cenderung akan dipandang sebagai suatu obyek yang saling memiliki.
  4. Arah bersama (common direction); bahwa unsur-unsur bidang pengamatan yang berada dalam arah yang sama cenderung akan dipersepsi sebagi suatu figure atau bentuk tertentu.
  5. Kesederhanaan (simplicity); bahwa orang cenderung menata bidang pengamatannya bentuk yang sederhana, penampilan reguler dan cenderung membentuk keseluruhan yang baik berdasarkan susunan simetris dan keteraturan; dan
  6. Ketertutupan (closure) bahwa orang cenderung akan mengisi kekosongan suatu pola obyek atau pengamatan yang tidak lengkap.

Terdapat empat asumsi yang mendasari pandangan Gestalt, yaitu:

  1. Perilaku “Molar“ hendaknya banyak dipelajari dibandingkan dengan perilaku “Molecular”. Perilaku “Molecular” adalah perilaku dalam bentuk kontraksi otot atau keluarnya kelenjar, sedangkan perilaku “Molar” adalah perilaku dalam keterkaitan dengan lingkungan luar. Berlari, berjalan, mengikuti kuliah, bermain sepakbola adalah beberapa perilaku “Molar”. Perilaku “Molar” lebih mempunyai makna dibanding dengan perilaku “Molecular”.
  2. Hal yang penting dalam mempelajari perilaku ialah membedakan antara lingkungan geografis dengan lingkungan behavioral. Lingkungan geografis adalah lingkungan yang sebenarnya ada, sedangkan lingkungan behavioral merujuk pada sesuatu yang nampak. Misalnya, gunung yang nampak dari jauh seolah-olah sesuatu yang indah. (lingkungan behavioral), padahal kenyataannya merupakan suatu lingkungan yang penuh dengan hutan yang lebat (lingkungan geografis).
  3. Organisme tidak mereaksi terhadap rangsangan lokal atau unsur atau suatu bagian peristiwa, akan tetapi mereaksi terhadap keseluruhan obyek atau peristiwa. Misalnya, adanya penamaan kumpulan bintang, seperti : sagitarius, virgo, pisces, gemini dan sebagainya adalah contoh dari prinsip ini. Contoh lain, gumpalan awan tampak seperti gunung atau binatang tertentu.
  4. Pemberian makna terhadap suatu rangsangan sensoris adalah merupakan suatu proses yang dinamis dan bukan sebagai suatu reaksi yang statis. Proses pengamatan merupakan suatu proses yang dinamis dalam memberikan tafsiran terhadap rangsangan yang diterima.

Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain :

  1. Pengalaman tilikan (insight); bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau peristiwa.
  2. Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning); kebermaknaan unsur-unsur yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran. Makin jelas makna hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat penting dalam kegiatan pemecahan masalah, khususnya dalam identifikasi masalah dan pengembangan alternatif pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta didik hendaknya memiliki makna yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya.
  3. Perilaku bertujuan (pusposive behavior); bahwa perilaku terarah pada tujuan. Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya.
  4. Prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik.
  5. Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat. Judd menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum (generalisasi). Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi lain. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat membantu peserta didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang diajarkannya.
  1. Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.
  1. Mengapa psikologi pendidukan menjadi sangat penting untuk difahami dan diterapkan oleh guru, saat memfasilitasi proses pembelajarannya? Karena psikologi pendidikan adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku-tingkah laku yang terjadi di dalam pendidikan, dan apabila guru tersebut tidak mempelajari psikologi pendidikan, guru akan sulit dalam melaksanakan Kegiatan Belajar Mengajar dan guru akan sulit menghadapi anak dan sulit untuk mengendalikan dirinya sendiri.
  2. Proses psikologiyang berpengaruh pada proses belajar

· Motivasi adalah sesuatu yang menjadi pendorong tingkah laku yang menuntut/mendorong orang untuk memenuhi suatu kebutuhan.dan sesuatu yang dijadikan motivasi itu merupakan suatu keputusan yang telah ditetapkan individu sebagai suatu kebutuhan/tujuan yang nyata ingin dicapai.

· Perasaan adalah sebagai fungsi jiwa adalah mempunyai arti memulai tehadap situasi simana dengan kita berpadu secara pribadi. Situasi-situasi yang menyenangkan kita nilai secara positif, sedangkan situasi-situasi yang tidak menyenangkan kita nilai secara negatif.

· Fantasi adalah suatu daya jiwa untuk menciptakan tanggapan-tanggapan baru dengan bantuan tanggapan-tanggapan yang sudah ada pada diri kita, jadi ciri khas dari gejala jiwa ini adalah unsur menciptakan sesuatu yang baru dalam jiwa.

· Perhatian adalah mempunyai tugas selektif terhadap rangsangan-rangsangan yang mengenai/ sampai kepada individu.

· Pengamatan adalah aktivitas jiwa yang memungkinkan manusia mengenal rangsangan-rangsangan yang sampai kepadanya melalui alat-alat indranya; dengan kemampuan inilah kemungkinan manusia / individu mengenal milliaen hidupnya.

· Tanggapan adalah bayangan atau kesan kenangan dari pada apa yang pernah kita amati/kenali.

· Ingatan adalah bahwa tiap moment/peristiwa yang di sadari setelah tenggelam ke bawah sadar, tidaklah segera hilang pengaruhnya, melainkan masih mengesankan kerja kelanjutannya.

3. Pakar psikologi pendidikan di awal perkembangannya,

· William James

Tak lama setelah meluncurkan buku ajar psikologinya yang pertama, Principles of Psychology (1890), William James (1842-1910) memberikan serangkaian kuliah yang bertajuk “Talks to Teachers” (James 1899/1993). Dalam kuliah ini dia mendiskusikan aplikasi psikologi untuk mendidik anak. James mengatakan bahwa eksperimen psikologi di laboraturium sering kali tidak bisa menjelaskan kepada kita bagaimana cara mengjar anak secara efektif. Dia menjelaskan mempelajari proses belajar dan mengajar di kelas guna meningkatkan mutu pendidikan. Salah satu rekomendasinya adalah mulai mengajar pada titik yang sedikit lebih tinggi diatas tingkat pengetahuan dan pemahaman anak dengan tujuan untuk memperluas cakrawala pemikiran anak.

· John Dewey

Tokoh kedua yang berperan besar dalam membentuk psikologi pendidikan

dan dia motor penggerak untuk mengaplikasikan psikologi di tingkat praktis. Dewey membangun laboratorium psikologi pendidikan pertama di AS, di Universitas Chicago, pada tahun 1894. kemudian, di Colombia University, kemudian dia melanjutkan karya inovatifnya tersebut .kita banyak mendapat ide penting dari Jhon Dewey.

1. kita mendapatkan pandangan tentang anak sebagai pembelajar aktif. Sebelum Dewey mengemukakan pandangan ini, ada keyakinan bahwa anak-anak mestinya duduk diam di kursi mereka dan mendengarkan pelajaran secara pasif dan sopan. Sebaliknya, Dewey percaya bahwa anak-anak akan belajar dengan baik jadi mereka aktif.

2. kita mendapatkan ide bahwa pendidikan seharusnya difokuskan pada anak secara keseluruhan dan memperkuat kemampuan anak untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Dewey percaya bahwa anak-anak seluruhnya tidak hanya mendapat pelajaran akademik saja, tetapi juga harus diajari acara untuk berpikir dan beradaptasi dengan dunia di luar sekolah.

3. kita mendapat gagasan bahwa anak berhak mendapatkan pendidikan yang selayaknya. Dewey adalah salah seorang psikologi yang sangat berpengaruh – seorang pendidik yang mendukung pendidikan yang layak bagi semua anak, laki-laki maupun perempuan, dari semua lapisan sosial-ekonomi dan etnis.

· L. Thorndike

Printis ketiga yang memberi banyak perhatian pada penilaian dan pengukuran dan perbaikan dasar-dasar belajar secara ilmiah. Thorndike berpendapat bahwa salah satu tugas pendidikan di sekolah yang paling penting adalah menanamkan keahlian penalaran anak. Thorndike sangat ahli dalam melakukan studi belajar dan mengajar secara ilmiah dan mengajukan gagasan bahwa psikologi pendidikan harus punya basis ilmiah dan harus berfokus pada pengukuran.

PENGANTAR PSIKOLOGI PENDIDIKAN

  1. pengertian Psikologi adalah ilmu yang mempelajari gejala-gejala kejiwaan yang dapat dilihat melalui tingkah laku. Pendidikan menurut para ahli
  1. Menurut Jhon dewey: Adalah proses pembentukan kecakapan-kecapakan fundamental secara intelektual, emosional kea rah alam manusia.
  2. Menurut Ruseu: Adalah memberikan pembekalan yang tidak ada pada masa kanak-kanak, akan tetapi dibutuhkan waktu dewasa.
  3. Menurut Riarkara: Adalah kemanusiaan manusia muda atau pengangkatan manusia muda kea rah insani.
  4. Menurut Ahmad Manimba: Adalah bimbingan, pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.

Psikologi pendidikan adalah pengetahuan yang mempelajari tingkah laku-tingkah laku yang terjadi dalam proses pendidikan.

Factor-faktor pendidikan

Menurut Sutari Imam Barnadib, ada 4 macam:

  1. Tujuan yang hendak dicapai
  2. Subjek (pendidik dan anak didik yang melakukan pendidikan)
  3. Lingkungan
  4. Alat-alat tertentu untuk mencapai tujuan.

Tujuan pendidikan nasional dalam UU No. 2, adalah:

” Mencerdaskan pendidikan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa keda Tuhan Yang Maha Esa serta berbudi luhur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki keterampilan, pengetahuan. Kesehatan dan memenuhi rasa tanggung jawab ke masyarakat dan kebangsaan serta membentuk manusia indonesia yang pancasilais utuh (paripurna)”.

Tujuan dan peran lembaga pendidikan

  1. Lembaga pendidikan keluarga berfungsi:

a. Pengalaman pertama pada kanak-kanak

b. Menjamin kehidupan emosional

c. Menanamkan dasar-dasar pendidikan dan moral

d. Meletakan dasar-dasar keagamaan

  1. Lembaga pendidikan sekolah berfungsi:
  1. Diselenggarakan secara khusus dan dibagi atas jenjang yang memiliki hubungan hirarkis.
  2. Usia anak didik di suatu jenjang pendidikan suatu relatif homogen.
  3. Waktu pendidikan relatof lama sesuai dengan program pendidikan yang harus diselesaikan.
  4. Materi/visi pendidikan lebih banyak bersifat akademis/umum.
  5. Adanya penekanan tentang kualitas pendidikan sebagai jawatan terhadap kebutuhan yang akan datang.
  1. Lembaga pendidikan masyarakat
  1. Diselenggarakan dengan sengaja di sekolah
  2. Peserta umum, mereka yang tidak sekolah
  3. Tidak mengenal jenjang dan program pendidikan jangka waktu tertentu
  4. Peserta tidak perlu homogen
  5. Ada waktu belajar dan metode formal melalui yang sistematis
  6. Isi pendidikan bersifat praktis dan khusus
  7. Keterampilan kerja sangat diketatkan sebagai jawaban terhadap kebutuhan peningkatan tarap hidup.

B. Guru Taman Kanak-kanak

Guru adalah penerus kebudayaan dari segi tugas subjek pendidikan, adalah partisipasi orang tua. Partisipan merupakan peserta lebih tepat dari pembantu. Tekanan tuagasnya ialah membina dan mengisi intelek, meskipun ia juga harus berurusan dengan fungsi lain dari integritas manusia. Guru-guru dengan tugas membina fungsi intelek tidak boleh mengabaikan atau tidak melihat integritas itu.

Tugas Guru adalah memandaikan, menyampaikan ilmu pengetahuan dan kepandaian yang biasa diterima oleh intelek, tapi ia juga harus menjaga supaya pandai/pintar itu tidak semata-mata pintar tetapi ia juga harus menjadi pintar yang baik dan juga berguna.

Guru sebagai kesatuan menjadi lembaga yang umum disebut team guru-guru di dalam sekolah. Team guru-guru adalah lembaga subordinatif dari lembaga sekolah, namun sekolah biasa diidentifikasikan dengan guru-gurunya.

Guru sebagai sutu teamamat penting karena team itu sendiri dapat berwibawa mengatasi wibawa oknum guru-gurunya, biarpun direkturnya. Guru-guru harus menjaga wibawa team dan itu memjaga ”image” sekolah dalam pendidikan, bahwa guru mempunyai kebebasan yang besar dalam tugas-tugasnya, sehingga guru-guru itu tidak berfungsi dengan baik.

Para guru memandang teori pioget dapat dipakai sebagai dasar pertimbangan guru dalam menyusun struktur dan urutan mata pelajaran di dalam kurikulum. Hunt (1964) mempraktekan di dalam program pendidikan TK yang menekankan pada perkembangan sensori motoris dan pre-operasional. Poel (1964) di dalam mengajar berhitung.

Yang penting guru harus mengerti alam pikiran anak apalagi anak TK yang baru tumbuh dalam masa kanak-kanak, bahwa anak TK akan lain dengan anak lulusan SD.

Guru harus menelitibahasa siswa denganseksama untuk memahami kualitas berfikir anak di dalam kelas. Mengenai hubungan antara tingkat perkembangan konseptual anak dengan bahan pelajaran yang kompleks menunjukan bahwa guru harus memperhatikan apa yang harus diajarkan dan bagaimana mengajarkannya. Jadi guru harus dapat menguasai perkembangan kognitif anak dan menentukan jenis kemampuan yang dibutuhkan oleh anakuntuk memahami bahan pelajaran itu.

Peran Psikologi Pendidikan Bagi Guru-guru TK.
Sangat penting karena apabila guru tidak tahu/tidak mengerti apa itu psikologi pendidikan, maka guru akan sulit menghadapi anak dalam kegiatan belajar mengajar.

Dalam mengajar guru harus tahu watak dan sifat anak didik, kalau guru tidak mau maka ia akan sulit menghadapi anak dalam KBM.

Mengajar yang baik bukan sekedar persoalan teknik dan metodologi bekajar saja untuk menjaga disiplin kelas, guru sering bertindak otoriter. Nasihat yang sering diberikan, misalnya guru bersikap tenang pada saat permulaan.

Dalam hal ini murid mempunyai kesan bahwa dia berurusan dengan guru satu persatu. Murid-murid bisa membanding-bandingkan guru satu dengan guru lainnya dan pada waktu tertentu dapat mengadu dombanya karena ada guru yang pandai menarik hati murid, adapula yang dianggap kejam.

Ada beberapa pengajaran yang telah berlaku dalam beberapa generasi :

· Guru harus bersikap tenang, tak berlebih-lebihan dan dingin dalam menghadapi setiap situasi. Tidak boleh kehilangan akal, marah sekali ataupun menunjukan kegembiraan yang berlebih-lebihan. Dia harus netral terhadap segala masalah, dan tidak menunjukan pendapat pribadinya.

· Guru harus menyukai siswa-siswanya secara adil. Ia tidak boleh membenci dan memarahi siswa-siswanya.

· Guru harus memperlakukan siswa-siswanya secara sama, tanpa memperdulikan watak-watak individual siswa.

· Guru harus mampu menyembunyikan perasaannya, meskipun terluka hatinya, ia harus tidak menunjukannya, terutama dihadapan siswa-siswanya yang masih muda.

· Guru diperlukan oleh siswa-siswanya, karena siswa-siswanya belum dapat kerja sendiri bertanggun jawab atas kegiatan belajar mereka sendiri di kelas.

· Guru harus dapat menjawab semua pertanyaan yang disampaikan oleh siswa-siswanya.

Hal ini menimbulkan pengertian salah tentang guru, sehingga guru menghindarkan situasi ini dengan tidak mau mengakui kesalahannya atau ketudaktahuannya.

Sesungguhnya guru adalah makhluk biasa. Guru sejati bukanlah makhluk yang barbeda dengan siswa-siswanya. Ia bukan makhluk yang sangat hebat. Ia harus dapat berpartisipasi di dalam semua kegiatanyang dilakukan oleh siswa-siswanya dan yang dapat mengembangkan rasa persahabatan secara pribadp dengan siswa-siswanya dan tidak merasa perlu merasa kehilangan kehirmatan karenanya. Rasa was-was, takut dalam keadaan tertentuadalah hal yang wajar.

Peran sebagai pendidik memang tidak selaluwaktu aktif dan aktuil. Ada syarat-syarat untuk dapat berperan sebagai pendidik. Syarat materiil dan syarat formil.

Syarat materiil ialah sikap jiwa sebagai pendidik: kesadaran subjek sebagi apa dan siapa dia, dan dengan kekuatan batin menunjukan pengaruhnya kepada anak didik, menyampaikan tindakan dan pengarahan jiwa ke arah tujuan. Dan itu harus beresonasi dengan jiwa si anak.

Memang mendidik itu adalah suatu yang sulit dan halus. Pendidik diharapkan mampu seolah meraba hatinya sendiri dan hati anak didiknya. Kontak riil ini adalah suatu hubungan yang objektif terlepas dari keadaan-keadaan subjektif. Proses pertama menurut istilah biasa ialah adanya kasih sayang di mana jiwa dengan jiwa itu beresonasi. Kasih sayang memang menghendaki pemurnian yang halus dari unsur-unsur dan sifat-sifat yang merosot dari pihak pendidik. Memang merupakan suatu kesulitan bagi pendidik untuk memurnikanjiwanya sendiri dari sifat-sifat dan kebiasaan-kebiasaan yang merosot yang menyebabkan ia mengalami gangguan untuk maju dalam proses pendidikannya.

Itu sebabnya di atas dikatakan bahwa tidak selalu dapat dipelihara peranan sebagai pendidik itu terus menerus. Tetapi dengan penyadaran diri dan introspeksi akhirnya kita secara halus akan mengetahui situasi-situasi, momen-momen, saat-saat seorang menjadi merosot kepribadiannya dari niveue (lapis) human turun ke niveau animal (cacatan : diri manusia ini mengandung didalamnya 5 lapes yang tetap jalan/bergerak) :

· Lapisan anorganis = benda mati yaitu isi perut yang menjaga keseimbangan.

· Lapisan vegetatif = tumbuh-tumbuhan yaitu zat-zat dan badan kita yang tumbuh terus, sehingga badan diri kita setahun yang lampau umpamanya, bukanlah diri kita (badan kita) waktu kini.

· Lapisan animal, di mana kita dikuasai oleh gerak-garak otomatis yang tak di sadari.

· Lapisan human, di mana gerak-gerik itu disenter oleh lampu jiwa yang menydari, menerangi, mengukur dan menilai (konsientia, insan kamil, hati nurani).

· Lapisan absolut, yaitu kesadaran yang lebih luas, yang menrmbus keluasan yang tidak hanya bersifat lingkungan terbatas.

Di sinilah peran yang paling sulit daripada jiwa seorang pendidik. Praktis ia sebetulnya juga harus mendidik diri, harus conscientious, untuk bisa secara konsisten menjaga kondisi kemurnian jiwa yang bisa memberi pengaruh positif secara pedagogis.

Syarat-syarat formil ialah kedudukan-kedudukan yang di dalamnya telah terkandung fungsu mendidik. Adalah suatu deskrepansi antara syarat formil dan syarat materiil, bila kita melihat pengaruh-pengaruh pedagogis itu antara pendidik dan anak didik tidak cocok dan malah terbalik. Kemunafikan ialah yang membawa banyaknya kesulitan pendidikan. Namun hal itu adalah wajar, bukan untuk menghibur diri, tapi untuk secara bersngsur-angsur memperbaiki diri sebagai pendidik.

Kesimpulan

Psikologi pendidikan adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku-tingkah laku yang terjadi di dalam pendidikan. Peran psikologi bagi guru TK itu sangat penting karena tanpa mempelajari psikologi pendidikan, guru akan sulit dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar (KBM) dan guru akan sulit untuk mengendalikan diri sendiri. Maka dari itu guru TK harus tahu apa itu psikologi pendidikan serta guru harus tahu manfaat dalam mempelajari psikologi pendidikan. Guru adalah orang tua kedua dalam sekolah. Tugas guru adalah memandaikan, menyampaikan ilmu pengetahuan dan kepandaian yang bisa diterima oleh anak didiknya. Di dalam kelas guru harus bersikap tenang dan lemah lembut karena yang diajar adalah anak TK. Bila guru mengajar dengan sikap otoriter, maka anak akan menilai dan memilih mana guru yang dianggapnya baik dan guru yang kejam anak akan menghindar.